Kain fanel dapat diubah menjadi boneka jari. Dengan sedikit sentuhan, potongan kain fanel yang berwarna-warni digunting sesuai kebutuhan kemudian disatukan dengan cara dijahit menjadi sebuah boneka mini yang diletakan di jari-jari anda. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat media ini sangat murah. Mencari bahan untuk membuat boneka jari pun juga sangat mudah. Cocok untuk media belajar anak usia dini (AUD) dan SD.
Melalui media boneka jari, cerita-cerita yang anda sampaikan akan menjadi lebih hidup. Pendengar pun mudah untuk memperhatikan cerita sambil melihat boneka-boneka jari yang memerankan tokoh di cerita-cerita tersebut. Mau tahu cara memainkan boneka jari, lihat gambar di bawah ini.
Cara memainkan boneka jari sangat mudah. Pemain dapat menggerakan jari ke arah depan atau belakang, kanan atau kiri, serta membuat boneka jari ini tampak berkomunikasi dengan baik. Di bawah ini saya berikan contoh cerita yang dimainkan dengan boneka jari.
Selamat membuat media pembelajaran boneka jari. Setelah itu, selamat mempraktikkan.
Adik-adik Sekolah Minggu Buddha, kali ini kakak akan mengkisahkan Jataka yang bertemakan persahabatan sejati. Selamat mengikuti kisah jataka ini
Karya Ni Made dan Paramita
KURUṄGA-MIGA-JĀTAKA
[Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares,
Bodhisatta terlahir sebagai seekor Rusa Kurunga dan tinggal di dalam hutan, di
suatu semak belukar dekat sebuah danau. Tidak jauh dari danau yang sama
tersebut, bertengger seekor burung pelatuk di atas sebuah pohon, dan di danau
itu berdiam seekor kura-kura. Mereka bertiga menjadi sahabat dan tinggal
bersama dengan akrab.
Ketika seorang pemburu berkeliling di dalam hutan itu, dia
melihat jejak kaki Bodhisatta yang turun menuju ke air, dan dia pun memasang
perangkap dari kulit, yang kuat seperti rantai besi, kemudian pergi.
Pada penggal awal malam hari itu, Bodhisatta turun untuk
minum air dan dia pun terjerat di dalam perangkap itu: dia berteriak keras dan
panjang. Mendengar itu, burung pelatuk terbang ke bawah dari atas pohonnya dan
kura-kura pun keluar dari dalam air, berunding tentang apa yang harus
dilakukan.
Kata burung pelatuk kepada kura-kura, “Teman, kamu punya
banyak gigi–gigitlah perangkap ini, sedangkan saya akan pergi dan memastikan
pemburu itu tidak datang. Jika kita berusaha sedaya upaya kita, maka teman kita
tidak akan kehilangan nyawanya.” Untuk membuat ini lebih jelas, dia mengucapkan
bait pertama:
Kemarilah, Kura-kura,
koyaklah perangkap kulit itu dan gigitlah sampai putus,
dan pemburu itu, saya yang akan mengurusnya,
dan menjauhkannya darimu.
Kura-kura mulai menggerogoti tali kulit itu, burung pelatuk
tersebut pun pergi ke tempat tinggal sang pemburu. Pada fajar hari, keluarlah
si pemburu dengan pisau di tangan. Segera setelah melihat sang pemburu mulai
melangkah, burung itu berteriak dan mengepakkan sayapnya kemudian menyerangnya
di bagian wajah ketika dia baru keluar dari pintu depan. “Burung pembawa sial
menyerangku!” pikir pemburu itu, dia pun kembali dan berbaring sebentar.
Kemudian dia bangkit lagi dan membawa pisaunya. Burung itu
pun berpikir dalam hatinya, “Tadi dia keluar dari pintu depan, sekarang dia
pasti akan keluar dari belakang:” dan dia pun duduk di belakang rumah. Sang
pemburu pun memikirkan hal yang sama, “Ketika tadi keluar dari pintu depan,
saya menemui pertanda buruk, sekarang saya akan keluar dari belakang!” dan
demikianlah yang dilakukannya. Tetapi burung itu berteriak kembali dan menyerang
wajahnya. Mendapati dirinya kembali diserang oleh burung pertanda buruk, sang
pemburu pun berseru, “Mahkluk ini tidak membiarkanku keluar!” dan berbaliklah
dia, kemudian berbaring sampai matahari terbit. Ketika matahari telah terbit,
dia membawa pisaunya dan mulai lagi.
Burung pelatuk segera mendatangi teman-temannya. “Si pemburu
sedang menuju ke sini!” teriaknya. Waktu itu, kura-kura telah menggerogoti
semua tali kulitnya, tinggal satu yang keras: gigi-giginya kelihatan seperti
akan tanggal semua dan mulutnya berlumuran darah. Bodhisatta melihat pemburu
itu datang seperti kilat, dengan pisau di tangan: dia pun memutuskan tali
tersebut dan lari masuk ke dalam hutan, burung pelatuk terbang bertengger di
atas pohonnya, tetapi kura-kura sangat lemah sehingga dia hanya terbaring di
sana. Sang pemburu memasukkannya ke dalam sebuah kantung dan mengikatnya di
pohon.
Bodhisatta melihat kura-kura tertangkap dan bertekad untuk
menyelamatkan nyawa temannya. Maka dia membiarkan pemburu itu melihatnya dan
berpura-pura seakan dia lemah. Sang pemburu melihatnya dan mengiranya lemah,
dia pun mencabut pisau dan mengejarnya. Bodhisatta menjaga jaraknya dari sang
pemburu dan memancingnya masuk ke dalam hutan. Ketika melihat bahwasanya mereka
telah berlari jauh, dia meloloskan diri darinya dan, dengan tangkasnya dari
arah lain, dia keluar mengambil kantong tersebut dengan tanduknya, melemparnya
ke tanah dan mengoyaknya, kemudian membiarkan kura-kura keluar. Dan burung
pelatuk pun terbang turun dari pohon.
Kemudian Bodhisatta pun berkata demikian kepada mereka,
“Nyawaku telah kalian selamatkan, dan kalian telah melakukan apa yang
seharusnya dilakukan sebagai sahabat. Sekarang pemburu pasti akan datang dan
memburu kalian. Jadi kalian; Temanku Burung Pelatuk, pergilah ke tempat lain
dengan anak-anakmu, dan Anda, Temanku Kura-kura, menyelamlah ke dalam air.”
Mereka pun melakukan demikian.
Dia Yang Sempurna Kebijaksanaan-Nya mengulangi bait kedua
berikut:—
Kura-kura masuk ke dalam danau,
rusa masuk ke dalam hutan, dan dari pohon,
burung pelatuk membawa anak-anaknya terbang pergi.
Sang pemburu kembali dan tidak melihat salah satu pun dari
mereka. Dia melihat kantongnya robek, memungutnya dan pulang ke rumah dengan
sedih. Dan ketiga sahabat itu pun hidup dengan persahabatan mereka yang erat
sepanjang hidup mereka, dan kemudian meninggal sesuai dengan perbuatan mereka.
____________________
Ketika mengakhiri uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah
kelahiran mereka:—“Devadatta adalah sang pemburu, Sāriputta adalah burung
pelatuk, Moggallāna adalah kura-kura, dan Aku adalah rusa.”
Sumber : Indonesia Tipitaka Center
Media Pembelajaran SMB Boneka Jari
Rating: 4.5
Diposkan Oleh: sugianto_vijjayasena